Perlindungan Konsumen
Masih segar di ingatan, hebohnya kasus formalin pada makanan, ditariknya produk pengusir nyamuk HIT karena dikhawatirkan mengandung bahan yang berbahaya bagi keamanan dan keselamatan konsumen. Juga kasus minuman isotonik yang mengandung zat pengawet berbahaya yang disinyalir oleh Lembaga Komite Masyarakat Anti Bahan Pengawet (KOMBET) yang di supervisi oleh LP3ES Jakarta di tahun-tahun lalu ketika meneliti sejumlah produk minuman isotonik, hasilnya menginformasikan bahwa sejumlah minuman isotonik mengandung zat pengawet berbahaya yakni natrium benzoat dan kalium sorbet yang bisa menyebabkan penyakit yang dalam ilmu kedokteran disebut Systemic Lupus Erythematosus (SLE), yaitu penyakit nan mematikan yang dapat menyerang seluruh tubuh atau sistem internal manusia ketika antibodi yang seharusnya melindungi tubuh manusia malah menggerogoti manusia itu sendiri.
Sekarang heboh jamu berbahaya, kosmetik berbahaya, makanan-minuman mengandung susu produk RRC yang berbahaya, beras mengandung bahan pengawet berbahaya dan seterusnya.
Apa yang salah, sehingga kejadian seperti selalu berulang, ke manakah peran pengawasan dari instansi-instansi yang berwenang mengeluarkan izin produksi, izin berlaku dan beredarnya suatu produk? Sebuah tanda tanya besar. Jelas konsumen lagi-lagi menjadi korban.
Semakin terbukanya pasar sebagai akibat dari proses mekanisme pasar yang berkembang adalah hal yang tak dapat dielakkan. Seringkali dalam transaksi ekonomi yang terjadi terdapat permasalahan-permasalahan yang menyangkut persoalan sengketa dan ketidakpuasan konsumen akibat produk yang di konsumsinya tidak memenuhi kualitas standar bahkan ada yang membahayakan. Karenanya, adanya jaminan peningkatan kesejahteraan masyarakat serta kepastian atas mutu, jumlah, dan keamanan barang dan jasa yang diperolehnya di pasar menjadi urgen.
Jaminan Hak Konsumen
Berdasarkan UU Nomor Tahun 1999, Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen. Nah, dari itu, perlindungan konsumen fokusnya bertujuan pada usaha meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri, mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan jasa, meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen.
Sebenarnya, adanya UU ini cukup representatif apabila telah dipahami oleh semua pihak, karena di dalamnya juga memuat tentang upaya menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi, menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan, konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggungjawab dalam berusaha, kewajiban mereka untuk meningkatkan kualitas barang dan jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan dan keselamatan konsumen. Kemudian di dalam UU Perlindungan Konsumenpun, diatur tentang pelarangan bagi pelaku usaha yang tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan “halal” yang dicantumkan dalam label.
Hak-hak konsumen dalam UU Nomor 8 Tahun 1999, telah diatur secara jelas. Konsumen mempunyai hakatas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan jasa, hak untuk memilih barang dan jasa serta mendapatkan barang dan jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan. Kemudian konsumen berhak pula atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan jasa, hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan jasa yang digunakan, hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut, hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi atau penggantian apabila barang dan jasa yang diterima tidak sesuai kualitasnya atau tidak sebagaimana mestinya. Namun, memang pada realitanya, terkadang konsumen seringkali berada pada posisi yang kurang menguntungkan dan daya tawarnya lemah. Ini karena mereka belum memahami hak-hak mereka dan terkadang sudah menganggap itu persoalan biasa saja. Untuk itu mesti di bangun gerakan secara massif antar elemen masyarakat yang care terhadap advokasi kepentingan konsumen.
Peran Lembaga Perlindungan Konsumen
Dalam hal ini, peran lembaga yang bergerak di bidang perlindungan konsumen menjadi penting, peran-peran ini diakui oleh pemerintah. Lembaga perlindungan konsumen yang secara swadaya didirikan masyarakat memiliki kesempatan untuk berperan aktif dalam mewujudkan perlindungan konsumen.
Lembaga perlindungan konsumen berperan untuk menyebarkan informasi dalam rangka meningkatkan kesadaran atas hak dan kewajiban dan kehati-hatian konsumen dalam mengkonsumsi barang dan jasa, memberikan nasihat kepada konsumen yang memerlukannya, serta bekerja sama dengan instansi terkait dalam upaya mewujudkan perlindungan konsumen, membantu konsumen dalam memperjuangkan haknya, termasuk menerima keluhan atau pengaduan konsumen, melakukan pengawasan bersama pemerintah dan masyarakat terhadap pelaksanaan perlindungan konsumen.
Peran Lembaga Pengawasan
Secara nasional, selama ini dapat dinilai bahwa yang bertanggung jawab terhadap pengawasan peredaran barang-barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat adalah BPOM dan departemen terkait yang mengeluarkan izin produksi, perdagangan dan peredaran suatu produk. Mestinya pihak-pihak ini teliti sebelum mengeluarkan izin terhadap suatu produk, jangan sampai di ‘kibuli’ pengusaha, yang akhirnya rakyat dirugikan oleh hadirnya produk yang membahayakan. Padahal seperti kasus formalin, HIT dan juga minuman isotonik misalnya, ini kan kasus yang sebenarnya sudah lama diketahui, namun ketika media ramai-ramai mengangkatnya, barulah mereka bergerak.
Untuk konteks daerah, BPOM dan dinas-dinas terkait juga selalu reaktif dalam menanggapi persoalan. Seharusnya mereka lebih proaktif dan antisipatif, bukan menunggu telah muncul kasus ke permukaan akibat keluhan konsumen baru mereka bertindak.
Kemudian, problem pembinaan terhadap pelaku usaha juga mesti diperhatikan agar tumbuh kesadaran mereka untuk tidak memproduksi produk-produk yang tidak berkualitas dan menjualnya kepada konsumen. Lebih lanjut, penindakan secara hukum mesti tegas agar tidak menjadi preseden buruk dan kejadiannya berulang.
Kewajiban Konsumen
Untuk itu, konsumenpun perlu meningkatkan kesadaran, pengetahuan, kepedulian, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi dirinya. Sosialisasi perlindungan konsumen mesti di lakukan terutama untuk strata sosial menengah ke bawah, dengan asumsi bahwa untuk konsumen dari strata menengah ke bawah inilah yang lebih rentan terhadap masalah-masalah yang memerlukan perlindungan konsumen akibat ketidakpahaman mereka.
Keberpihakan kepada konsumen dimaksudkan untuk meningkatkan sikap peduli yang tinggi terhadap konsumen (wise consumerism). Untuk peningkatan kesadaran dan kewaspadaan konsumen, konsumen juga memiliki kewajiban untuk membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan jasa, demi keamanan dan keselamatan. Maka telitilah sebelum membeli dan mengkonsumsi suatu produk!
No comments:
Post a Comment